Rabu, 22 Juli 2015

bout my feel~

aku tak tau apa yang aku rasakan, aku tak tau kenapa aku jadi sebodoh ini membiarkan kita mengikat sebuah komitmen yang pasti kita tau umurnya pun tak akan lama.
aku tau, kita jauh.
aku tau, jarak kita tak sedekat persamaan kita.
kita hanya dua insan bodoh yang memanfaatkan teknologi untuk saling berbagi perasaan.
menghabiskan waktu didepan laptop semalaman hanya untuk melihat wajahmu yang tak bisa ku sentuh secara langsung.
tawamu yang hanya bisa kulihat namun sangat dekat kurasakan.
air mata mu yang kulihat namun tak bisa ku hapus secara langsung.
peluk cium yang selalu aku impikan selama ini dan yang bukan sekedar emoticon yang kau kirim lewat pesan singkat.
namun, siapa yang salah sehingga ini terjadi? apa yang harus aku salahkan?
memang ini keputusan yang memang kita ambil dari awal, bukan?
apa aku harus menyalahkan perasaan yang datang diantara kita? perasaan yang menyatukan dua pulau untuk saling mencintai, menyayangi, mengayomi satu sama lain.
aku tak tau, kau lah yang terbaik atau bukan.
aku tak tau, kau akan menjadi yang terakhir atau hanya orang yang singgah untuk sementara. aku hanya nyaman.
bukan tak yakin bahkan, aku hanya muak dengan sifat lelaki yang hanya berbaik hati menyisihkan isi hatinya untuk wanita diawal-awal hubungan.
namun, perasaanmu, kedewasaan mu yang sangat aku impikan selama ini, pengertian mu akan kebebasan yang dimiliki setiap insan, tentang masa lalu yang memang harus dijadikan pelajaran untuk kedepannya. bahkan sikap mu, jawaban mu tentang sebuah rasa bosan yang memang pasti ada dikehidupan manusia membuat aku mengerti sebenarnya ini lah arti cinta dari semua definisi yang pernah ku buat.
kau mengajarkan ku semua, membimbing untuk menjadi lebih baik, mengajarkan rasa menjadi orang dewasa yang sesungguhnya :") big thanks for you♡ :")

Life after Death(to be cont)~

“udah denger cerita kecelakaan tragis semalam”
Ucap seorang mahasiswa yang bertugas meneliti mayat yang bermasalah
“enggak, emang ada apa?”
“katanya semalem ada kecelakaan angkot di daerah panjang”
“hah? Yang bener? Jam berapa?”
“sekitar jam 7 gitu, tapi mayatnya belum ditemuin”
“jam 7? Kok gue gak tau ya. Kan gue balik jam segitu”
Mahasiswa itu menggeleng, meninggalkan mahasiswi yang masih mengutak-atik mayat yang masih basah itu.
Maya, nama mahasiswi yang magang di salah satu rumah sakit swasta di daerah bandar lampung. Akhir-akhir ini, maya sering melamun. Semenjak indra, satu-satunya teman magangnya tersebut bercerita tentang kecelakaan malam selasa lalu.
Jam sudah menunjukan pukul 10 malam, seharusnya maya sudah berada dirumah sekarang, namun karena mendapat kabar bahwa ada mayat yang harus segera diperiksa akan datang satu jam lagi dari daerah kemiling, terpaksa maya harus menunggu mayat itu datang malam ini. Karena jika harus menunggu hari esok, akan sulit bagi maya untuk memeriksa mayat tersebut.
Maya berjalan melewati koridor rumah sakit, melihat para pasien yang sudah tidur dengan lelapnya. mengingat jam besuk sudah habis, maya segera mengunjungi setiap ruangan yang masih terdapat beberapa pengunjung yang belum pulang.
“permisi, jam besuk nya sudah habis”
Maya tersenyum dengan ramah, namun para pengunjung yang melihat aksi maya tersebut serentak memasang wajah ketakutan yang sangat dalam. Ada apa pikir maya, pengunjung tersebut berlari melewati koridor yang maya lewati tadi meninggalkan rumah sakit. Maya tak tau apa yang terjadi dengan mereka, yang maya rasa, hanya heran dengan tingkah para pengunjung rumah sakit tersebut.
Seketika, bulu kuduk maya berdiri. Merasa ada yang mengikutinya. Ia berjalan perlahan meninggalkan koridor rumah sakit yang hanya diberi sedikit penerangan. Jantungnya berdegup dengan cepat seketika merasakan ada sesuatu yang menggapai pundaknya.
“aa...aaa...”
“maya???”
Suara lantang yang ia sangat kenal. Suara indra! Maya membalikan wajahnya, melihat kearah indra dan menghembuskan nafas lega
“lo kenapa masih disini?”
“gua masih nunggu mayat dari kemiling”
“udah gua periksa barusan, sekarang mayatnya udah di bawa ke jakarta. Lo ngapain ke sini?”
“gua mau ingetin kalau jam besuk udah abis. Soalnya dari tadi gua gak liat suster berkeliaran”
Indra mengangguk. Tersenyum dan menariknya pergi dari sana
“yaudah sekarang pulang yuk”
Maya mengangguk mengekori indra yang berada di depannya.
Indra melangkah menuju depan rumah sakit yang masih terlihat ramai. Berbeda dengan kondisi di belakang tadi, apalagi di kawasan kamar mayat berada.
Suara ambulance datang dengan nyaringnya menuju UGD. Indra menghela nafas panjang
“kayanya kita harus lembur may”
“loh kenapa?”
Indra melirik kearah ambulance yang baru saja melaluinya. Berjalan perlahan menuju ambulance itu berhenti. Maya yang merasa perasaannya tidak enak pun, masih tetap mengekori indra.
Indra menengok kearah dalam ambulance tersebut, ia melihat sebuah mayat dengan bau khasnya terbaring diatas kasur beroda.
“mayat baru ya bang?”
Seru indra kepada perawat sebelum ia menggeret kasurnya masuk menuju kamar mayat.
“ini mayat yang kecelakaan dua hari yang lalu, baru ditemuin warga dibawah jurang”
Indra serentak kaget mendengar itu adalah mayat hasil kecelakaan yang ia obrolkan dengan maya saat itu
“mau di periksa sekarang bang?”
Tanya indra dengan bibir pucatnya
“katanya besok aja lagi”
Indra mengangguk. “bagus deh kalau gak hari ini. Cape banget soalnya” suara maya menyela
Indra melihat perawat itu menggeret kasur beroda menuju kamar mayat berada. Guncangan terjadi seketika kasur beroda tersebut melewati tangga. Seketika tangan mayat itu keluar. Kulitnya sudah membiru, baunya sudah sangat menyengat
 “indra? Ngelamun ajasih. Gak baik”
Indra tersadar, berfikir, sebegitu beraninya bang jaenal menaruh mayat itu ke kamar mayat sendirian. Bagaimana jika tiba-tiba mayat tersebut bangun? Atau tiba-tiba selimut yang menutupinya tersingkap. Akan kelihatan wajah mayat yang pastinya sudah hancur karena kecelakaan di jurang tersebut.
Indra berjalan kembali ke motornya berada dan mencoba mengendarainya dengan perlahan. Melihat terdapat maya dibelakangnya, hatinya cukup tenang karena ia tidak sendiri.
Tangan maya meraih pinggang indra, mencoba memeluknya dari belakang. Indra cukup kaget dengan tingkah maya yang tak pernah ia lakukan. Seketika jalanan malam sepi menuju ke arah maya tercium bau bangkai yang begitu menyengat
“ndra, coba liat cincin baru gue, dikasih risky loh”
“jadi, lo masih pacaran dengan anak itu”
Maya mengangguk, tersenyum dan mengencangkan pelukannya
“lo bau banget sih! Belum mandi sih ya dari pagi!”
 “hah? Gua gak cium apa-apa tuh. Lo aja yang salah”
Indra tertawa, cukup senang untuk meledek wanita yang sudah ia anggap adiknya itu.
“lo yakin sama risky? Bukannya lo sering galau sama dia”
Maya tertawa cukup keras dan melepaskan pelukannya
“yakin banget, bahkan gua gak mau pisah sama dia, kalaupun kita harus pisah itu cuman maut yang bisa misahin”
“alah lo lebay banget”
“bukan lebay ndra, lo itu gak pernah rasain cinta sih, kalaupun maut yang misahin kita berdua, gua tetep mau sama-sama terus dengan dia”
Indra menelan ludah seketika heran dengan ucapan maya yang ntah serius atau tidak
“eh, eh gua turun sini aja deh”
Ucap maya berusaha menghentikan motor indra. Indra heran, bahkan ini belum sampai ke gang rumah maya berada.
“kok disini? Kan masih jauh”
“enggak apa-apa, gua bisa pulang sendiri, lagian udah malem. Lo harus cepet pulang”
Indra heran, namun tetap ia turuti saja kemauan maya saat itu.
“lo marah may?”
Maya menggeleng, berjalan menjauhi indra. Indra melajukan motornya begitu cepat setelah tau perasaan tak enak menghampirinya. Ia lihat, ia berada di daerah dengan kecepatan 60.
Jam sudah menunjukan pukul 11 malam, indra dengan cepat melajukan motornya ke pengisian bensin sebelum beranjak kerumahnya. Ia cek kantong celananya untuk mencari handphonenya untuk menghubungi maya, apakah sudah sampai rumah atau belum. Tak ia temukan hendphonenya di setiap sudut kantongnya. Terpaksa ia harus kembali kerumah sakit untuk mengambil harta terpenting menurutnya itu.
Ia lajukan dengan cepat motornya itu ke arah rumah sakit yang tak jauh dari pom bensin tadi, dengan segera ia menuju ke kantor yang biasa ia gunakan untuk mengerjakan laporan. Langkahnya terhenti setelah mendengar potongan perbincangan antara bang jaenal dengan pak satpam
“mayat tadi di temuin warga di kecepatan 60, dibawah pohon deket jurang. Kata warga sih kecelakaan antara angkot sama motor, motor itu mental, yang cowok meninggal ditempat tapi yang cewek hilang dan baru ini di temuin”
“ih serem juga ya nal”
“iya, tadi juga aku sempet masukin tangannya yang mau jatoh, masih pake cincin gitu. Kasian ya”
Indra segera memotong pembicaraan mereka
“permisi pak, mau minta kunci kantor untuk anak magang”
“mau ngapain dek? Udah malem. Besok aja lagi”
Indra mengelak dan tetap ingin mengambil handphonenya
“tapi pak, saya mau ngambil handphone saya, saya mau hubungin maya, anak magang disini juga”
Seketika pak jaenal dan pak satpam itu heran
“anak magang? Siapa?”
Ucap pak satpam yang memasang wajah herannya. Segera mungkin pak satpam itu memberikan kunci yang diminta indra
“makasih pak”
Indra segera menyepatkan jalannya, sial pikir indra. Kenapa harus handphone nya tertinggal dikantor. Kantor yang dimaksud indra berada didepan koridor panjang yang langsung berhubungan dengan kamar mayat.
Indra berjalan perlahan, penerangan yang tak mampu menerangi penglihatan indra pun mempersulit laju indra menuju kantor nya. Dengan segera indra membuka pintu kantor yang terkunci dengan rapat itu, entah berasal dari mana suara panggilan yang terdengar samar-samar tersebut, indra menghela nafas panjang, memperkaya keimanannya dan bibirnya tak berhenti berdoa. Suara itu semakin jauh, jauh dan semakin samar-samar terdengar namun tak kunjung hilang
Indra...indra..
Indra berusaha mengontrol dirinya, berusaha tidak memperdulikan suara yang terdengar samar-samar tersebut
Indra... tol..long....
Dengan cepat indra membuka pintu dan mencari handphone yang menjadi tujuannya kembali ke rumah sakit. Ia hidupkan lampu ruangan yang akan membantunya mencari handphone nya. Pikirannya tak karuan, gerakan tangannya begitu cepat membuat setumpukan kertas bertaburan ke lantai. Suasana mendung mendukung tema horror indra malam ini, seketika petir bergemuruh, seketika pemadaman listrik terjadi. Nafas indra terengah-engah, melihat depannya adalah sebuah jendela kaca yang langsung membawa matanya menuju parkiran mobil ambulance.
Tubuh indra berpeluh cukup banyak, tak ditemuinya handphone yang ia cari, namun pandangan gila yang membuatnya segera angkat kaki dari tempatnya berada.
Sesosok wanita berambut hitam yang berantakan dan cukup gimbal, dengan matanya yang hampir keluar tanpa hitam-hitam yang biasa pada manusia normal, bajunya yang kotor dan penuh darah, hidungnya berdarah bahkan bibirnya hancur. Bisa bayangkan bagaimana sosok yang ditemui indra ini.
“AAAARRRGHHHH......!!!!!”
Teriakan indra menggema keseluruh koridor rumah sakit, seketika pak jaenal dan pak satpam berlari menuju indra. Tak terfikirkan lagi indra dengan handphone yang ia cari, bahkan ia lupa untuk menutup pintunya kembali. Indra berlari sekencang-kencangnya hingga tubuhnya terhenti karena tabrakan keras dengan tubuh pak jaenal.
“ada apa indra!”
Ucap pak jaenal tergesa-gesa
“a..anu.. pak.. a..”
Suara indra tak beraturan lagi, seraya kejadian itu terhenti seketika. Lampu di seluruh koridor pun menyala dan terlihatlah wajah indra yang sudah sangat pucat.
“i..ini pak! Sa..saya mau pu.laang”
Ucap indra seraya memberikan kunci ruangan pada pak satpam yang berada di samping pak jaenal.
Bersambung~~~~~~~